Pada saat ini, penduduk Desa Beringin Agung sedang diresahkan oleh masalah gugatan lahan makam. menurut para tokoh masyarakat, sebenarnya pihak transmigrasi telah menyediakan areal untuk pemakaman bagi warga desa Beringin Agung (pada waktu itu disebut SP IIA). akan tetapi, karena pihak Departemen Transmigrasi pada waktu itu tidak mau memberikan sertifikat tanah, maka tanah yang disediakan untuk areal pemakaman, diambil alih oleh warga lokal dan di klaim sebagai tanah adat.
Melihat hal ini, salah satu warga yang bernama Asnan Kodri, berinisiatif untuk mewakafkan tanahnya untuk dijadikan lahan pemakaman. Akan tetapi, hal ini tidak membuat warga lokal berhenti mengganggu ketenangan orang-orang yang telah meninggal. mereka terus saja menggugat areal pemakaman yang ada. Sebenarnya bapak Asnan Kodri telah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan membayar sejumlah uang untuk pelebaran areal makam.
Namun entah apa yang dipikirkan oleh warga lokal tersebut sehingga dia tidak juga berhenti menggugat permasalahan ini. Pada bulan Agustus lalu, yang bersangkutan kembali mengklaim kepemilikannya atas lahan makam tersebut. Akhirnya, pada Kamis tanggal 10 Agustus jam 19:30 WIT, bertempat di kantor Desa Beringin Agung, pihak pemerintah Desa mengadakan musyawarah dengan penggugat dan meminta bantuan Bhabinkamtibmas dan Babinsa untuk menjembatani permasalahan tersebut.
Setelah melalui perdebatan yang panjang, akhirnya diambil keputusan bahwa keesokan harinya, Pemerintah Desa, Penggugat, Bhabinkamtibmas serta Babinsa akan bersama-sama melakukan pengukuran. Karena tidak ada kompas, pengukuran terpaksa dilakukan mengikuti kondisi lahan makam yang berupa bukit. Dari hasil pengukuran tersebut, ternyata terdapat makam yang berada diluar areal yang telah diwakafkan seluas 40m X 10m. Jika mengacu pada keterangan tokoh masyarakat yang bersumber dari informasi petugas transmigrasi, sebenarnya areal tersebut masih masuk dalam areal pemakaman. sayangnya, karena tidak ada sertifikat tanah yang bisa dijadikan pegangan, maka pemerintah desa tidak dapat berbuat banyak.
Akhirnya pemerintah Desa dan BPD berusaha melobi pihak penggugat untuk menebus lahan tersebut agar makam yang sudah ada tidak perlu lagi dipindahkan. setelah melalui diskusi yang panjang, pihak penggugat menetapkan harga tanah seluas 40 x 10m tersebut seharga Rp 20 Juta.
Karena nilai tersebut jauh di atas NJOP, maka tidak mungkin bagi Pemerintah Desa untuk menganggarkan pembebasan tanah tersebut melalui Dana Desa. Oleh karena itu, dalam rapat pembahasan dan penetapan RKPDes 2018, warga sepakat menggunakan sebagian dana Comdev untuk keperluan pembebasan lahan tersebut.
Selang beberapa hari setelah munculnya gugatan lahan makam tersebut, ada salah satu warga yang meninggal dunia. Karena masalah lahan makam ini belum selesai, maka Pemerintah Desa bergerak cepat untuk mencari lahan makam yang baru. setelah melakukan survei dipilihlah lahan milik Pak Nurjani untuk dijadikan areal pemakaman yang baru.
Semoga permasalahan ini bisa cepat terselesaikan. kami selaku pemerintah desa berharap agar masalah ini dapat menjadi perhatian serius bagi dinas terkait, terutama Dinas Transmigrasi.
Komentar
Posting Komentar